after 3 years and more

by uli.


Mau membagi cerita soal kuliah saya yg kedua.

Di kisaran tahun 2013, saya yang kuliah di lingkungan Fakultas Teknik tetiba dikerubungi oleh banyak orang dari kampus sosial yang kebetulan datang ke sekre kami untuk bertemu dan diskusi dengan beberapa teman. Saya yang sedari sma tidak diperkenalkan lebih jauh dengan ilmu sosial (sekolah saya maksa semua siswa jadi anak IPA), baru mulai terbukakan dunianya dengan betapa serunya dunia sosial. Setelahnya, saya mencekoki diri sendiri dengan berbagai jenis buku yang bisa dan tidak bisa saya pahami secara keseluruhan untuk akhirnya berkesimpulan bahwa ilmu sosial ternyata jauh lebih menarik dari yang saya duga sebelumnya.

Lalu random betul, saya merasa saya ingin belajar lebih jauh tentang ilmu sosial, dan akhirnya memutuskan untuk mengambil langkah ekstrim saya untuk kesekian kali dalam hidup: daftar sekolah lagi. Waktu itu sebetulnya anggan-anggan saya hanya ingin belajar, tetapi jika dipikir lebih jauh, alasan semacam itu terlalu naif dan egois. Meski demikian, pengalaman belajar di lingkungan yang sama sekali baru itu ternyata jauh lebih menarik dari yang saya duga. Saya menghabiskan satu tahun untuk menyelesaikan kuliah teori sebelum akhirnya saya menyadari bahwa saya belum siap untuk mengambil data penelitian untuk tugas akhir. Bisa dikatakan ketika itu saya tersadar ada langkah yang salah yang saya ambil ketika memutuskan untuk sekolah lagi. Saya lantas ‘melarikan diri’ ke kegiatan lain selama satu semester hanya untuk mendapat teman-teman saya sudah mapan dengan topik tugas akhirnya dan sudah di tahap akhir penulisan. Di masa itu juga saya merasa tertinggal dan tersadar sekali lagi, bahwa hal-hal semacam itu adalah tanggung jawab personal. Well, saya justru mengambil lebih banyak mata kuliah dan memenuhi sks saya sampai melebihi batas, lalu meyakinkan diri bahwa sudah saatnya untuk mengambil langkah kongkret dalam menulis tugas akhir.

Singkat cerita, saya mendapat tawaran untuk mengisi slot beasiswa penulisan tugas akhir dari salah seorang dosen, salah satu yang paling saya hormati di kampus. Lebih ekstrim lagi karena itu merupakan kali pertama saya penelitian tandem dengan mahasiswa lain dan harus berlaku baik sebagai peneliti maupun penerjemah, selama kurang dari 2 bulan. Tentu saya juga harus mengumpulkan lebih banyak bahan secara mandiri sebelum akhirnya mendadak harus menjadi pekerja tetap.

Ini klise sekali, tetapi saya pernah putus asa betul karena merasa tidak akan memiliki waktu untuk menyelesaikan sekolah karena pekerjaan di kantor. Saya meninggalkan prahara penulisan tugas akhir selama 1 tahun dan membiarkan biaya kuliah yang telah saya bayarkan menguap begitu saja. Meski ketika itu saya juga sama putus asanya dengan prahara perubahan struktur di kantor, tapi kondisi penuh kekacauan itu memberikan saya waktu luang untuk akhirnya bangun pagi dan menuliskan apapun yang ada di jurnal lapangan saya, setiap hari selama 2 bulan. Tidak memiliki waktu untuk bimbingan, karena pembimbing saja juga membimbing beberapa anak lain yang kondisinya sama seperti saya. Ternyata saya ‘hanya’ membutuhkan waktu 2,5 bulan untuk betul-betul menyelesaikan tulisan dari BAB II sampai mendapat persetujuan untuk ujian.

Dan hahaha, lucu, sebelumnya setiap ditanya saya sering kali dengan ringannya menjawab saya sudah mulai menulis sampai di pembahasan, padahal satu-satunya BAB yang saya selesaikan baru BAB I, pun saya masih belum yakin dengan rumusan masalah yang ingin saya bahas. It was a very hard time for me. Saya menulis dari jam 6-2 pagi, setiap hari. Di sela-sela kerja wfh yang hanya diisi dengan rapat ringan dan menyusun berkas yang sederhana, saya mencuri waktu untuk menuliskan apapun yang saya pikirkan untuk menjadi tulisan yang runut. Sampai akhirnya saya pun berhasil ujian di bulan Mei, tanpa woro-woro ke siapapun bahkan ke keluarga. Saya lebih tidak suka dikasihani karena belum lulus tapi lebih-lebih saya tidak ingin jumawa atas hal-hal yang belum pasti, karenanya hal-hal seputar ujian saya rahasiakan.

Lalu beberapa menit yang lalu sembali mencari contoh format tulisan dan makalah, saya kembali membaca thesis saya dan menemukan narasi di kata pengantar yang saya tulis setulus hati setahun lalu, dengan perasaan luar biasa lega karena kuliah saya akhirnya hampir bisa saya selesaikan. Tulisan ini lebih sebagai pengingat ke diri sendiri juga, betapa hampir 4 tahun kuliah di dunia yang sama sekali berbeda akhirnya bisa saya selesaikan dan tidak berakhir menjadi kesia-siaan. Saya memang procrastinator, tetapi hampir sangat percaya diri bahwa apa-apa bisa saya selesaikan sebelum limit masa tenggangnya dan semoga saja saya bisa selalu begitu. Juga soal betapa penuh keberuntungannya saya dalam menjalani hari-hari, dan karenanya selalu berterima kasih kepada orang-orang yang pernah mengiringi langkah saya di masa-masa sulit, dan berkenan menjadi teman berdiskusi atau bertukar pikiran.

Setelah sekian tahun kemudian, teman-teman kuliah saya sudah memiliki dunianya masing-masing. Beberapa di pemerintahan, sebagai peneliti lepas, membangun usaha, atau menjadi dosen dan mengabdi di dunia akademis. Whatever they are doing, Ima proud friend and will always support them. Nggak peduli meski kami kadang berbeda prinsip, tapi bahkan di kuliah saya memahami bahwa perbedaan prinsip bisa saling menguatkan jika dibawa ke arah yang benar. Semoga hal-hal baik yang saya pelajari selama 3 tahun lebih, secara keilmuan maupun interaksi sosial tidak menguap begitu saja.

Akhir kata, saya bonusi foto saya lagi sidang online di kamar kos saya di Jakarta, belum mandi dan hanya bermodal bawahan mukena dan kemeja merah membara. Tabik

wordsflow